Artikel
Program HARI RAYA (Penyuluhan dan Skrining Katarak pada Lansia)
di RSUD Tanjung Priok
Oleh : dr. Shinta Restyana Widya
Penglihatan merupakan panca indera dan anugerah yang sangat berharga
dari Tuhan YME. Mata memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan.
Namun saat ini, terdapat berbagai macam gangguan dan penyakit mata dan ada
satu orang di dunia yang mengalami kebutaan setiap 5 detik. WHO
memperkirakan lebih dari 7 juta orang menjadi buta setiap tahun.
Penyebab kebutaan terbanyak di Indonesia yaitu dikarenakan katarak
yang tidak terobati (0,785) (Perdami, 2017). Sebuah studi di India
Timur Laut menemukan bahwa hambatan untuk layanan bedah katarak pada
lansia mencakup medan yang sulit, kondisi kesehatan yang buruk,
kurangnya informasi, dan tidak adanya pendamping (Prem Kumar S. G., et al.,
2018).
Lensa mata merupakan jaringan tanpa pembuluh darah dan tanpa inti yang
berfungsi untuk memfokuskan objek pada retina. Katarak adalah kekeruhan
pada lensa yang pada mulanya bening, mengubah transparansi dan indeks
bias lensa sehingga menyebabkan gangguan penglihatan yang signifikan.
Gangguan ini dapat sangat membatasi kemampuan untuk melakukan aktivitas
sehari-hari. Katarak umum terjadi pada orang lanjut usia dan dialami
oleh lebih dari 80% orang yang berusia 80 tahun ke atas (Nakazawa Yosuke,
2020).
Beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan prevalensi katarak,
yaitu (Pengpid Supa & Peltzer Karl, 2020; Pengpid Supa & Peltzer Karl,
2022; Hugosson Magnus & Ekström Curt, 2020):
- Usia: Penelitian di India dan Swedia menunjukkan bahwa semakin tua
usia seseorang, semakin besar kemungkinan mereka melaporkan mengalami
katarak, dengan prevalensi meningkat seiring bertambahnya usia.
- Jenis kelamin: Perempuan cenderung memiliki prevalensi katarak
yang lebih tinggi.
- Status sosial ekonomi dan tempat tinggal: Di India, status
sosial ekonomi menengah dan tinggal di daerah perkotaan berkorelasi
positif dengan kasus katarak.
- Kondisi kesehatan: Hipertensi dan diabetes berhubungan dengan peningkatan laporan katarak di India dan Meksiko.
- Faktor gaya hidup: Kurangnya aktivitas fisik, berat badan rendah, dan gangguan penglihatan ditemukan sebagai faktor risiko katarak di India.
RSUD Tanjung Priok memiliki Tim Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS).
Sebagaimana yang diamanatkan oleh WHO, WHO mendorong RS untuk menerapkan
rencana promosi kesehatan guna meningkatkan kualitas layanan kesehatan,
serta menekankan pentingnya aktivitas promosi kesehatan di RS (Afshari A.,
et al., 2020). Tim PKRS terdiri dari latar belakang yang berbeda-beda,
yaitu dokter umum, dokter gigi, perawat, bidan, ahli gizi, analis
laboratorium, dan lain-lain hingga bagian umum RS juga termasuk di
dalamnya.
PKRS bertujuan untuk meningkatkan pemulihan dan kesehatan pasien
dengan menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) (Sianturi
A. R., et al., 2022). Rumah sakit memainkan peran penting dalam
promosi kesehatan dengan memungkinkan pasien dan keluarganya mencegah
masalah kesehatan dan aktif dalam proses penyembuhan (Ramadhani N. A. R.,
2021), dan berperan penting dalam menyediakan layanan promosi kesehatan
kepada komunitas lokal, termasuk program pencegahan penyakit dan
kesejahteraan (Hearld L. R., et al., 2018). Studi menunjukkan terdapat
hubungan antara upaya promosi kesehatan di RS dan kunjungan rawat jalan.
Strategi promosi kesehatan yang efektif dapat berdampak pada kunjungan
rawat jalan, dan penerapan standar promosi kesehatan dapat menghasilkan
hasil positif pada indikator RS, termasuk kepuasan pasien (Bu Q. & Xie E.,
2018; Aprilia F., 2020; Ramadhani N. A. R., 2021; Afshari A., et al., 2020;
Amiri M., et al., 2016).
Konsep PKRS menekankan pengalihan fokus layanan kesehatan menuju
pencegahan penyakit dan promosi kesehatan, melampaui fokus tradisional pada
pengobatan dan perawatan, telah berkembang seiring waktu,
mencerminkan keberhasilannya dan prospek untuk masa yang akan datang
(Pelikan Jürgen M. et al., 2022). Implementasi program promosi kesehatan
di RS dapat mengarah pada peningkatan banyak indikator di RS, termasuk
kepuasan pasien dan kualitas layanan yang diberikan kepada masyarakat
(Amiri M., et al., 2016).
Salah satu program dalam PKRS yaitu melakukan penyuluhan
kesehatan, di dalam maupun di luar gedung. Penyuluhan kesehatan yang
dilakukan di luar gedung salah satunya adalah mengenai kesehatan
katarak yang dilaksanakan di Panti Werdha. Kegiatan yang dilakukan
di antaranya adalah penyuluhan kesehatan mengenai kesehatan lansia,
penyakit katarak pada lansia, pemeriksaan mata dan skrining katarak
pada lansia yang tinggal di Panti Werdha tersebut. Sebuah studi di
Thailand mengungkapkan bahwa literasi kesehatan, termasuk akses
informasi dan keterampilan komunikasi, secara signifikan berhubungan
dengan kehadiran pada skrining katarak pada lansia (Methaneedol M., et al.,
2019) dan di pedesaan Tiongkok Barat, pengetahuan yang lebih baik tentang
katarak berkaitan positif dengan skrining dan operasi katarak di kalangan
orang dewasa yang lebih tua (Du K., et al., 2022).
Beberapa lansia yang tinggal di Panti Werdha memiliki riwayat penyakit
katarak dan sudah dilakukan tindakan operasi, sehingga tim mengajak lansia
tersebut untuk bercerita mengenai pengalamannya selama sebelum
dan sesudah tindakan operasi. Sebuah studi mengidentifikasi
perasaan sebagai bagian dari komunitas, juga merupakan faktor
yang mempengaruhi partisipasi dalam program kesehatan partisipatif
komunitas, menekankan perlunya meningkatkan keterlibatan komunitas
dalam promosi kesehatan untuk pemberdayaan komunitas (Chon M. Y. & Kim M.
H., 2022). Program promosi kesehatan berbasis komunitas terbukti
mengisi kesenjangan dalam sistem kesehatan, menghubungkan individu
dengan sumber daya, dan memfasilitasi hubungan sosial, yang
mengarah pada peningkatan keterhubungan sosial dan dukungan di antara
lansia (Agarwal G. & Brudges M., 2018).
Lansia yang menderita penyakit katarak dan sudah terindikasi untuk
dioperasi, dapat dilakukan tindakan operatif ‘One Day Surgery’ di
RSUD Tanjung Priok menggunakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
dan tidak dibebankan biaya. Seperti pada penelitian Zhuang M., et al.
(2018) dikatakan bahwa operasi katarak dengan sistem ‘One Day Surgery’
terbukti lebih hemat biaya dan efisien, dibandingkan operasi rawat inap
dengan hasil klinis yang setara. Keinginan untuk operasi katarak dengan
‘One Day Surgery’ saat ini meningkat secara signifikan (Weingessel B.,
et al., 2017), namun yang perlu disiapkan dalam peningkatan permintaan
pasien mengenai operasi katarak dengan ‘One Day Surgery’ adalah menghadapi
tantangan dalam waktu tunggu operasi dengan ketersediaan fasilitas, seperti
ketersediaan ruang operasi (Badaruddin A., et al., 2022).
RSUD Tanjung Priok menyediakan fasilitas fakoemulsifikasi.
Fakoemulsifikasi adalah metode utama untuk operasi katarak, yang
menawarkan manfaat seperti tingkat komplikasi yang lebih rendah
dan hasil refraksi pasca operasi yang lebih baik (Xing J., et al.,
2013; Kho R. C. & Villano M. A. D., 2019). Fakoemulsifikasi dengan
implan lensa intraokular adalah metode yang aman dan efektif untuk
meningkatkan kualitas hidup terkait penglihatan pada pasien lanjut
usia dengan katarak, dengan tingkat kepuasan pasien yang tinggi dan
ketajaman visual pasca operasi yang baik (Bernal Reyes N., et al.,
2015). Dengan peningkatan signifikan pada penglihatan subjektif pasca
operasi, terjadi peningkatan kemampuan perawatan diri dan kondisi
psikologis pada lansia (He L., et al., 2020).
WHO mendorong RS untuk melakukan penilaian mandiri terhadap status
promosi kesehatan menggunakan alat-alat khusus (Afshari A., et al., 2020;
Nikpajouh A., et al., 2023; Yaghoubi M., et al., 2018). Terdiri dari 5
standar, yaitu kebijakan manajemen, penilaian pasien, informasi dan
intervensi terhadap pasien, mempromosikan lingkungan kerja yang sehat,
serta kelanjutan dan kolaborasi (Seif-Rabiei M. A., et al., 2023;
Taghdisi M. H., et al., 2018; Khalifa M. & Khalid P., 2015). Alat
penilaian mandiri memungkinkan RS untuk mengidentifikasi kekuatan
dan kesenjangan dalam promosi kesehatan, serta memberikan kerangka
kerja untuk mengukur efektivitas inisiatif (Seif-Rabiei M. A., et al.,
2023; Taghdisi M. H., et al., 2018; Afshari A., et al., 2020).
Laporan evaluasi kegiatan PKRS dibuat setiap triwulan dan dilaporkan
kepada Direktur RSUD Tanjung Priok. Menurut Windsor R. A. (2015),
evaluasi memberikan informasi tentang apa yang berhasil dan apa yang
tidak. Evaluasi harus menjadi penilaian yang ketat dan terstruktur
dari keseluruhan kegiatan, intervensi, program, atau kebijakan yang
telah selesai atau sedang berlangsung. Evaluasi ini penting untuk
menentukan sejauh mana tujuan telah tercapai serta kontribusinya
terhadap pengambilan keputusan. Melalui evaluasi, dapat ditentukan
apakah suatu intervensi mencapai audiens yang dituju, dilaksanakan
sesuai rencana, memberikan dampak yang diinginkan, apakah hasil yang
dicapai lebih baik, serta untuk siapa, bagaimana, dan mengapa hal
tersebut berdampak. Adapun tujuan dari evaluasi program:
- Mengetahui derajat capaian program
- Menetapkan metode pengendalian kualitas dan memantau kinerja staf
- Mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan dalam pengambilan keputusan
- Memenuhi kepuasan dan kebutuhan masyarakat
- Mengidentifikasi perubahan yang mungkin terjadi
- Menentukan kebijakan selanjutnya yang harus dilakukan
Tantangan yang ditemui pada riset Adzei F. A., et al. (2024) dan
Mahmoodi H. & Shaghaghi A. (2019) dalam mengintegrasikan kegiatan
promosi kesehatan di RS mencakup masalah struktural, kurangnya dukungan
kepemimpinan dan/atau manajemen, sumber daya yang tidak memadai,
kekurangan personil yang terampil dan terinformasi/berkomitmen,
kekurangan program evaluasi, rendahnya prioritas kegiatan promosi
kesehatan di RS, kurangnya motivasi serta kerjasama staf dan resistensi
kebijakan secara keseluruhan terhadap perubahan. Namun tantangan
ini tidak ditemui oleh Tim PKRS RSUD Tanjung Priok. Tim PKRS RSUD
Tanjung Priok dapat bekerja sama dengan baik dengan komitmen yang
tinggi dalam melaksanakan setiap program.
RS umumnya menggunakan beberapa parameter untuk mengevaluasi
dampak program promosi kesehatan. Berikut adalah beberapa parameter
kunci yang umum digunakan oleh RS untuk mengevaluasi dampak program
promosi kesehatan:
- Mengetahui derajat capaian program
- Menetapkan metode pengendalian kualitas dan memantau kinerja staf
- Mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan dalam pengambilan keputusan
- Memenuhi kepuasan dan kebutuhan masyarakat
- Mengidentifikasi perubahan yang mungkin terjadi
- Menentukan kebijakan selanjutnya yang harus dilakukan
Tantangan yang ditemui pada riset Adzei F. A., et al. (2024) dan
Mahmoodi H. & Shaghaghi A. (2019) dalam mengintegrasikan kegiatan
promosi kesehatan di RS mencakup masalah struktural, kurangnya dukungan
kepemimpinan dan/atau manajemen, sumber daya yang tidak memadai,
kekurangan personil yang terampil dan terinformasi/berkomitmen,
kekurangan program evaluasi, rendahnya prioritas kegiatan promosi
kesehatan di RS, kurangnya motivasi serta kerjasama staf dan
resistensi kebijakan secara keseluruhan terhadap perubahan.
Namun tantangan ini tidak ditemui oleh Tim PKRS RSUD Tanjung
Priok. Tim PKRS RSUD Tanjung Priok dapat bekerja sama dengan baik d
engan komitmen yang tinggi dalam melaksanakan setiap program.
RS umumnya menggunakan beberapa parameter untuk mengevaluasi
dampak program promosi kesehatan. Berikut adalah beberapa parameter
kunci yang umum digunakan oleh RS untuk mengevaluasi dampak program
promosi kesehatan:
- Kepuasan pasien: Kepuasan pasien terhadap program promosi kesehatan
merupakan parameter yang penting, satu studi melaporkan skor rata-rata
kepuasan 7,16 dari 10, sementara studi lain menemukan bahwa hanya 51,4%
pasien yang mengetahui kebijakan promosi kesehatan rumah sakit, yang
menunjukkan pentingnya menilai kesadaran pasien (Seif-Rabiei M. A., et
al., 2020).
- Biaya dan Return on Investment (ROI): Evaluasi terhadap penggunaan
layanan kesehatan dan biaya, serta estimasi Return on Investment (ROI),
sangat penting. Satu studi melaporkan ROI positif sebesar $2,53 untuk
setiap dolar yang diinvestasikan dalam program promosi kesehatan (Dement
J. M., et al., 2015).
- Kepatuhan terhadap standar: Menilai kepatuhan terhadap standar promosi
kesehatan sangat penting. Sebuah studi menemukan bahwa rumah sakit
memiliki tingkat kepatuhan sedang terhadap program promosi kesehatan
RS, dengan skor total sebesar 56,06 dari 100 (Pezeshki M. Z., et al., 2019).
- Efisiensi dan pemanfaatan sumber daya: Evaluasi terhadap efisiensi
teknis dari program promosi kesehatan penting dilakukan. Satu studi
menggunakan Analisis Envelopment Data untuk mengestimasi efisiensi
teknis dari program promosi kesehatan wanita, dengan laporan skor
efisiensi rata-rata berkisar antara 86,2% hingga 97,5% (Ruiz-Rodriguez
M., et al., 2016).
Referensi:
Beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan prevalensi katarak,
yaitu (Pengpid Supa & Peltzer Karl, 2020; Pengpid Supa & Peltzer Karl,
2022; Hugosson Magnus & Ekström Curt, 2020):
- Usia: Penelitian di India dan Swedia menunjukkan bahwa semakin tua
usia seseorang, semakin besar kemungkinan mereka melaporkan mengalami
katarak, dengan prevalensi meningkat seiring bertambahnya usia.
- Jenis kelamin: Perempuan cenderung memiliki prevalensi katarak
yang lebih tinggi.
- Status sosial ekonomi dan tempat tinggal: Di India, status
sosial ekonomi menengah dan tinggal di daerah perkotaan berkorelasi
positif dengan kasus katarak.
- Kondisi kesehatan: Hipertensi dan diabetes berhubungan dengan peningkatan laporan katarak di India dan Meksiko.
- Faktor gaya hidup: Kurangnya aktivitas fisik, berat badan rendah, dan gangguan penglihatan ditemukan sebagai faktor risiko katarak di India.
RSUD Tanjung Priok memiliki Tim Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS).
Sebagaimana yang diamanatkan oleh WHO, WHO mendorong RS untuk menerapkan
rencana promosi kesehatan guna meningkatkan kualitas layanan kesehatan,
serta menekankan pentingnya aktivitas promosi kesehatan di RS (Afshari A.,
et al., 2020). Tim PKRS terdiri dari latar belakang yang berbeda-beda,
yaitu dokter umum, dokter gigi, perawat, bidan, ahli gizi, analis
laboratorium, dan lain-lain hingga bagian umum RS juga termasuk di
dalamnya.
PKRS bertujuan untuk meningkatkan pemulihan dan kesehatan pasien
dengan menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) (Sianturi
A. R., et al., 2022). Rumah sakit memainkan peran penting dalam
promosi kesehatan dengan memungkinkan pasien dan keluarganya mencegah
masalah kesehatan dan aktif dalam proses penyembuhan (Ramadhani N. A. R.,
2021), dan berperan penting dalam menyediakan layanan promosi kesehatan
kepada komunitas lokal, termasuk program pencegahan penyakit dan
kesejahteraan (Hearld L. R., et al., 2018). Studi menunjukkan terdapat
hubungan antara upaya promosi kesehatan di RS dan kunjungan rawat jalan.
Strategi promosi kesehatan yang efektif dapat berdampak pada kunjungan
rawat jalan, dan penerapan standar promosi kesehatan dapat menghasilkan
hasil positif pada indikator RS, termasuk kepuasan pasien (Bu Q. & Xie E.,
2018; Aprilia F., 2020; Ramadhani N. A. R., 2021; Afshari A., et al., 2020;
Amiri M., et al., 2016).
Konsep PKRS menekankan pengalihan fokus layanan kesehatan menuju
pencegahan penyakit dan promosi kesehatan, melampaui fokus tradisional pada
pengobatan dan perawatan, telah berkembang seiring waktu,
mencerminkan keberhasilannya dan prospek untuk masa yang akan datang
(Pelikan Jürgen M. et al., 2022). Implementasi program promosi kesehatan
di RS dapat mengarah pada peningkatan banyak indikator di RS, termasuk
kepuasan pasien dan kualitas layanan yang diberikan kepada masyarakat
(Amiri M., et al., 2016).
Salah satu program dalam PKRS yaitu melakukan penyuluhan
kesehatan, di dalam maupun di luar gedung. Penyuluhan kesehatan yang
dilakukan di luar gedung salah satunya adalah mengenai kesehatan
katarak yang dilaksanakan di Panti Werdha. Kegiatan yang dilakukan
di antaranya adalah penyuluhan kesehatan mengenai kesehatan lansia,
penyakit katarak pada lansia, pemeriksaan mata dan skrining katarak
pada lansia yang tinggal di Panti Werdha tersebut. Sebuah studi di
Thailand mengungkapkan bahwa literasi kesehatan, termasuk akses
informasi dan keterampilan komunikasi, secara signifikan berhubungan
dengan kehadiran pada skrining katarak pada lansia (Methaneedol M., et al.,
2019) dan di pedesaan Tiongkok Barat, pengetahuan yang lebih baik tentang
katarak berkaitan positif dengan skrining dan operasi katarak di kalangan
orang dewasa yang lebih tua (Du K., et al., 2022).
Beberapa lansia yang tinggal di Panti Werdha memiliki riwayat penyakit
katarak dan sudah dilakukan tindakan operasi, sehingga tim mengajak lansia
tersebut untuk bercerita mengenai pengalamannya selama sebelum
dan sesudah tindakan operasi. Sebuah studi mengidentifikasi
perasaan sebagai bagian dari komunitas, juga merupakan faktor
yang mempengaruhi partisipasi dalam program kesehatan partisipatif
komunitas, menekankan perlunya meningkatkan keterlibatan komunitas
dalam promosi kesehatan untuk pemberdayaan komunitas (Chon M. Y. & Kim M.
H., 2022). Program promosi kesehatan berbasis komunitas terbukti
mengisi kesenjangan dalam sistem kesehatan, menghubungkan individu
dengan sumber daya, dan memfasilitasi hubungan sosial, yang
mengarah pada peningkatan keterhubungan sosial dan dukungan di antara
lansia (Agarwal G. & Brudges M., 2018).
Lansia yang menderita penyakit katarak dan sudah terindikasi untuk
dioperasi, dapat dilakukan tindakan operatif ‘One Day Surgery’ di
RSUD Tanjung Priok menggunakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
dan tidak dibebankan biaya. Seperti pada penelitian Zhuang M., et al.
(2018) dikatakan bahwa operasi katarak dengan sistem ‘One Day Surgery’
terbukti lebih hemat biaya dan efisien, dibandingkan operasi rawat inap
dengan hasil klinis yang setara. Keinginan untuk operasi katarak dengan
‘One Day Surgery’ saat ini meningkat secara signifikan (Weingessel B.,
et al., 2017), namun yang perlu disiapkan dalam peningkatan permintaan
pasien mengenai operasi katarak dengan ‘One Day Surgery’ adalah menghadapi
tantangan dalam waktu tunggu operasi dengan ketersediaan fasilitas, seperti
ketersediaan ruang operasi (Badaruddin A., et al., 2022).
RSUD Tanjung Priok menyediakan fasilitas fakoemulsifikasi.
Fakoemulsifikasi adalah metode utama untuk operasi katarak, yang
menawarkan manfaat seperti tingkat komplikasi yang lebih rendah
dan hasil refraksi pasca operasi yang lebih baik (Xing J., et al.,
2013; Kho R. C. & Villano M. A. D., 2019). Fakoemulsifikasi dengan
implan lensa intraokular adalah metode yang aman dan efektif untuk
meningkatkan kualitas hidup terkait penglihatan pada pasien lanjut
usia dengan katarak, dengan tingkat kepuasan pasien yang tinggi dan
ketajaman visual pasca operasi yang baik (Bernal Reyes N., et al.,
2015). Dengan peningkatan signifikan pada penglihatan subjektif pasca
operasi, terjadi peningkatan kemampuan perawatan diri dan kondisi
psikologis pada lansia (He L., et al., 2020).
WHO mendorong RS untuk melakukan penilaian mandiri terhadap status
promosi kesehatan menggunakan alat-alat khusus (Afshari A., et al., 2020;
Nikpajouh A., et al., 2023; Yaghoubi M., et al., 2018). Terdiri dari 5
standar, yaitu kebijakan manajemen, penilaian pasien, informasi dan
intervensi terhadap pasien, mempromosikan lingkungan kerja yang sehat,
serta kelanjutan dan kolaborasi (Seif-Rabiei M. A., et al., 2023;
Taghdisi M. H., et al., 2018; Khalifa M. & Khalid P., 2015). Alat
penilaian mandiri memungkinkan RS untuk mengidentifikasi kekuatan
dan kesenjangan dalam promosi kesehatan, serta memberikan kerangka
kerja untuk mengukur efektivitas inisiatif (Seif-Rabiei M. A., et al.,
2023; Taghdisi M. H., et al., 2018; Afshari A., et al., 2020).
Laporan evaluasi kegiatan PKRS dibuat setiap triwulan dan dilaporkan
kepada Direktur RSUD Tanjung Priok. Menurut Windsor R. A. (2015),
evaluasi memberikan informasi tentang apa yang berhasil dan apa yang
tidak. Evaluasi harus menjadi penilaian yang ketat dan terstruktur
dari keseluruhan kegiatan, intervensi, program, atau kebijakan yang
telah selesai atau sedang berlangsung. Evaluasi ini penting untuk
menentukan sejauh mana tujuan telah tercapai serta kontribusinya
terhadap pengambilan keputusan. Melalui evaluasi, dapat ditentukan
apakah suatu intervensi mencapai audiens yang dituju, dilaksanakan
sesuai rencana, memberikan dampak yang diinginkan, apakah hasil yang
dicapai lebih baik, serta untuk siapa, bagaimana, dan mengapa hal
tersebut berdampak. Adapun tujuan dari evaluasi program:
- Mengetahui derajat capaian program
- Menetapkan metode pengendalian kualitas dan memantau kinerja staf
- Mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan dalam pengambilan keputusan
- Memenuhi kepuasan dan kebutuhan masyarakat
- Mengidentifikasi perubahan yang mungkin terjadi
- Menentukan kebijakan selanjutnya yang harus dilakukan
Tantangan yang ditemui pada riset Adzei F. A., et al. (2024) dan
Mahmoodi H. & Shaghaghi A. (2019) dalam mengintegrasikan kegiatan
promosi kesehatan di RS mencakup masalah struktural, kurangnya dukungan
kepemimpinan dan/atau manajemen, sumber daya yang tidak memadai,
kekurangan personil yang terampil dan terinformasi/berkomitmen,
kekurangan program evaluasi, rendahnya prioritas kegiatan promosi
kesehatan di RS, kurangnya motivasi serta kerjasama staf dan resistensi
kebijakan secara keseluruhan terhadap perubahan. Namun tantangan
ini tidak ditemui oleh Tim PKRS RSUD Tanjung Priok. Tim PKRS RSUD
Tanjung Priok dapat bekerja sama dengan baik dengan komitmen yang
tinggi dalam melaksanakan setiap program.
RS umumnya menggunakan beberapa parameter untuk mengevaluasi
dampak program promosi kesehatan. Berikut adalah beberapa parameter
kunci yang umum digunakan oleh RS untuk mengevaluasi dampak program
promosi kesehatan:
- Mengetahui derajat capaian program
- Menetapkan metode pengendalian kualitas dan memantau kinerja staf
- Mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan dalam pengambilan keputusan
- Memenuhi kepuasan dan kebutuhan masyarakat
- Mengidentifikasi perubahan yang mungkin terjadi
- Menentukan kebijakan selanjutnya yang harus dilakukan
Tantangan yang ditemui pada riset Adzei F. A., et al. (2024) dan
Mahmoodi H. & Shaghaghi A. (2019) dalam mengintegrasikan kegiatan
promosi kesehatan di RS mencakup masalah struktural, kurangnya dukungan
kepemimpinan dan/atau manajemen, sumber daya yang tidak memadai,
kekurangan personil yang terampil dan terinformasi/berkomitmen,
kekurangan program evaluasi, rendahnya prioritas kegiatan promosi
kesehatan di RS, kurangnya motivasi serta kerjasama staf dan
resistensi kebijakan secara keseluruhan terhadap perubahan.
Namun tantangan ini tidak ditemui oleh Tim PKRS RSUD Tanjung
Priok. Tim PKRS RSUD Tanjung Priok dapat bekerja sama dengan baik d
engan komitmen yang tinggi dalam melaksanakan setiap program.
RS umumnya menggunakan beberapa parameter untuk mengevaluasi
dampak program promosi kesehatan. Berikut adalah beberapa parameter
kunci yang umum digunakan oleh RS untuk mengevaluasi dampak program
promosi kesehatan:
- Kepuasan pasien: Kepuasan pasien terhadap program promosi kesehatan
merupakan parameter yang penting, satu studi melaporkan skor rata-rata
kepuasan 7,16 dari 10, sementara studi lain menemukan bahwa hanya 51,4%
pasien yang mengetahui kebijakan promosi kesehatan rumah sakit, yang
menunjukkan pentingnya menilai kesadaran pasien (Seif-Rabiei M. A., et
al., 2020).
- Biaya dan Return on Investment (ROI): Evaluasi terhadap penggunaan
layanan kesehatan dan biaya, serta estimasi Return on Investment (ROI),
sangat penting. Satu studi melaporkan ROI positif sebesar $2,53 untuk
setiap dolar yang diinvestasikan dalam program promosi kesehatan (Dement
J. M., et al., 2015).
- Kepatuhan terhadap standar: Menilai kepatuhan terhadap standar promosi
kesehatan sangat penting. Sebuah studi menemukan bahwa rumah sakit
memiliki tingkat kepatuhan sedang terhadap program promosi kesehatan
RS, dengan skor total sebesar 56,06 dari 100 (Pezeshki M. Z., et al., 2019).
- Efisiensi dan pemanfaatan sumber daya: Evaluasi terhadap efisiensi
teknis dari program promosi kesehatan penting dilakukan. Satu studi
menggunakan Analisis Envelopment Data untuk mengestimasi efisiensi
teknis dari program promosi kesehatan wanita, dengan laporan skor
efisiensi rata-rata berkisar antara 86,2% hingga 97,5% (Ruiz-Rodriguez
M., et al., 2016).
Referensi:
PKRS bertujuan untuk meningkatkan pemulihan dan kesehatan pasien
dengan menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) (Sianturi
A. R., et al., 2022). Rumah sakit memainkan peran penting dalam
promosi kesehatan dengan memungkinkan pasien dan keluarganya mencegah
masalah kesehatan dan aktif dalam proses penyembuhan (Ramadhani N. A. R.,
2021), dan berperan penting dalam menyediakan layanan promosi kesehatan
kepada komunitas lokal, termasuk program pencegahan penyakit dan
kesejahteraan (Hearld L. R., et al., 2018). Studi menunjukkan terdapat
hubungan antara upaya promosi kesehatan di RS dan kunjungan rawat jalan.
Strategi promosi kesehatan yang efektif dapat berdampak pada kunjungan
rawat jalan, dan penerapan standar promosi kesehatan dapat menghasilkan
hasil positif pada indikator RS, termasuk kepuasan pasien (Bu Q. & Xie E.,
2018; Aprilia F., 2020; Ramadhani N. A. R., 2021; Afshari A., et al., 2020;
Amiri M., et al., 2016).
Konsep PKRS menekankan pengalihan fokus layanan kesehatan menuju
pencegahan penyakit dan promosi kesehatan, melampaui fokus tradisional pada
pengobatan dan perawatan, telah berkembang seiring waktu,
mencerminkan keberhasilannya dan prospek untuk masa yang akan datang
(Pelikan Jürgen M. et al., 2022). Implementasi program promosi kesehatan
di RS dapat mengarah pada peningkatan banyak indikator di RS, termasuk
kepuasan pasien dan kualitas layanan yang diberikan kepada masyarakat
(Amiri M., et al., 2016).
Salah satu program dalam PKRS yaitu melakukan penyuluhan
kesehatan, di dalam maupun di luar gedung. Penyuluhan kesehatan yang
dilakukan di luar gedung salah satunya adalah mengenai kesehatan
katarak yang dilaksanakan di Panti Werdha. Kegiatan yang dilakukan
di antaranya adalah penyuluhan kesehatan mengenai kesehatan lansia,
penyakit katarak pada lansia, pemeriksaan mata dan skrining katarak
pada lansia yang tinggal di Panti Werdha tersebut. Sebuah studi di
Thailand mengungkapkan bahwa literasi kesehatan, termasuk akses
informasi dan keterampilan komunikasi, secara signifikan berhubungan
dengan kehadiran pada skrining katarak pada lansia (Methaneedol M., et al.,
2019) dan di pedesaan Tiongkok Barat, pengetahuan yang lebih baik tentang
katarak berkaitan positif dengan skrining dan operasi katarak di kalangan
orang dewasa yang lebih tua (Du K., et al., 2022).
Beberapa lansia yang tinggal di Panti Werdha memiliki riwayat penyakit
katarak dan sudah dilakukan tindakan operasi, sehingga tim mengajak lansia
tersebut untuk bercerita mengenai pengalamannya selama sebelum
dan sesudah tindakan operasi. Sebuah studi mengidentifikasi
perasaan sebagai bagian dari komunitas, juga merupakan faktor
yang mempengaruhi partisipasi dalam program kesehatan partisipatif
komunitas, menekankan perlunya meningkatkan keterlibatan komunitas
dalam promosi kesehatan untuk pemberdayaan komunitas (Chon M. Y. & Kim M.
H., 2022). Program promosi kesehatan berbasis komunitas terbukti
mengisi kesenjangan dalam sistem kesehatan, menghubungkan individu
dengan sumber daya, dan memfasilitasi hubungan sosial, yang
mengarah pada peningkatan keterhubungan sosial dan dukungan di antara
lansia (Agarwal G. & Brudges M., 2018).
Lansia yang menderita penyakit katarak dan sudah terindikasi untuk
dioperasi, dapat dilakukan tindakan operatif ‘One Day Surgery’ di
RSUD Tanjung Priok menggunakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
dan tidak dibebankan biaya. Seperti pada penelitian Zhuang M., et al.
(2018) dikatakan bahwa operasi katarak dengan sistem ‘One Day Surgery’
terbukti lebih hemat biaya dan efisien, dibandingkan operasi rawat inap
dengan hasil klinis yang setara. Keinginan untuk operasi katarak dengan
‘One Day Surgery’ saat ini meningkat secara signifikan (Weingessel B.,
et al., 2017), namun yang perlu disiapkan dalam peningkatan permintaan
pasien mengenai operasi katarak dengan ‘One Day Surgery’ adalah menghadapi
tantangan dalam waktu tunggu operasi dengan ketersediaan fasilitas, seperti
ketersediaan ruang operasi (Badaruddin A., et al., 2022).
RSUD Tanjung Priok menyediakan fasilitas fakoemulsifikasi.
Fakoemulsifikasi adalah metode utama untuk operasi katarak, yang
menawarkan manfaat seperti tingkat komplikasi yang lebih rendah
dan hasil refraksi pasca operasi yang lebih baik (Xing J., et al.,
2013; Kho R. C. & Villano M. A. D., 2019). Fakoemulsifikasi dengan
implan lensa intraokular adalah metode yang aman dan efektif untuk
meningkatkan kualitas hidup terkait penglihatan pada pasien lanjut
usia dengan katarak, dengan tingkat kepuasan pasien yang tinggi dan
ketajaman visual pasca operasi yang baik (Bernal Reyes N., et al.,
2015). Dengan peningkatan signifikan pada penglihatan subjektif pasca
operasi, terjadi peningkatan kemampuan perawatan diri dan kondisi
psikologis pada lansia (He L., et al., 2020).
WHO mendorong RS untuk melakukan penilaian mandiri terhadap status
promosi kesehatan menggunakan alat-alat khusus (Afshari A., et al., 2020;
Nikpajouh A., et al., 2023; Yaghoubi M., et al., 2018). Terdiri dari 5
standar, yaitu kebijakan manajemen, penilaian pasien, informasi dan
intervensi terhadap pasien, mempromosikan lingkungan kerja yang sehat,
serta kelanjutan dan kolaborasi (Seif-Rabiei M. A., et al., 2023;
Taghdisi M. H., et al., 2018; Khalifa M. & Khalid P., 2015). Alat
penilaian mandiri memungkinkan RS untuk mengidentifikasi kekuatan
dan kesenjangan dalam promosi kesehatan, serta memberikan kerangka
kerja untuk mengukur efektivitas inisiatif (Seif-Rabiei M. A., et al.,
2023; Taghdisi M. H., et al., 2018; Afshari A., et al., 2020).
Laporan evaluasi kegiatan PKRS dibuat setiap triwulan dan dilaporkan
kepada Direktur RSUD Tanjung Priok. Menurut Windsor R. A. (2015),
evaluasi memberikan informasi tentang apa yang berhasil dan apa yang
tidak. Evaluasi harus menjadi penilaian yang ketat dan terstruktur
dari keseluruhan kegiatan, intervensi, program, atau kebijakan yang
telah selesai atau sedang berlangsung. Evaluasi ini penting untuk
menentukan sejauh mana tujuan telah tercapai serta kontribusinya
terhadap pengambilan keputusan. Melalui evaluasi, dapat ditentukan
apakah suatu intervensi mencapai audiens yang dituju, dilaksanakan
sesuai rencana, memberikan dampak yang diinginkan, apakah hasil yang
dicapai lebih baik, serta untuk siapa, bagaimana, dan mengapa hal
tersebut berdampak. Adapun tujuan dari evaluasi program:
- Mengetahui derajat capaian program
- Menetapkan metode pengendalian kualitas dan memantau kinerja staf
- Mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan dalam pengambilan keputusan
- Memenuhi kepuasan dan kebutuhan masyarakat
- Mengidentifikasi perubahan yang mungkin terjadi
- Menentukan kebijakan selanjutnya yang harus dilakukan
Tantangan yang ditemui pada riset Adzei F. A., et al. (2024) dan
Mahmoodi H. & Shaghaghi A. (2019) dalam mengintegrasikan kegiatan
promosi kesehatan di RS mencakup masalah struktural, kurangnya dukungan
kepemimpinan dan/atau manajemen, sumber daya yang tidak memadai,
kekurangan personil yang terampil dan terinformasi/berkomitmen,
kekurangan program evaluasi, rendahnya prioritas kegiatan promosi
kesehatan di RS, kurangnya motivasi serta kerjasama staf dan resistensi
kebijakan secara keseluruhan terhadap perubahan. Namun tantangan
ini tidak ditemui oleh Tim PKRS RSUD Tanjung Priok. Tim PKRS RSUD
Tanjung Priok dapat bekerja sama dengan baik dengan komitmen yang
tinggi dalam melaksanakan setiap program.
RS umumnya menggunakan beberapa parameter untuk mengevaluasi
dampak program promosi kesehatan. Berikut adalah beberapa parameter
kunci yang umum digunakan oleh RS untuk mengevaluasi dampak program
promosi kesehatan:
- Mengetahui derajat capaian program
- Menetapkan metode pengendalian kualitas dan memantau kinerja staf
- Mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan dalam pengambilan keputusan
- Memenuhi kepuasan dan kebutuhan masyarakat
- Mengidentifikasi perubahan yang mungkin terjadi
- Menentukan kebijakan selanjutnya yang harus dilakukan
Tantangan yang ditemui pada riset Adzei F. A., et al. (2024) dan
Mahmoodi H. & Shaghaghi A. (2019) dalam mengintegrasikan kegiatan
promosi kesehatan di RS mencakup masalah struktural, kurangnya dukungan
kepemimpinan dan/atau manajemen, sumber daya yang tidak memadai,
kekurangan personil yang terampil dan terinformasi/berkomitmen,
kekurangan program evaluasi, rendahnya prioritas kegiatan promosi
kesehatan di RS, kurangnya motivasi serta kerjasama staf dan
resistensi kebijakan secara keseluruhan terhadap perubahan.
Namun tantangan ini tidak ditemui oleh Tim PKRS RSUD Tanjung
Priok. Tim PKRS RSUD Tanjung Priok dapat bekerja sama dengan baik d
engan komitmen yang tinggi dalam melaksanakan setiap program.
RS umumnya menggunakan beberapa parameter untuk mengevaluasi
dampak program promosi kesehatan. Berikut adalah beberapa parameter
kunci yang umum digunakan oleh RS untuk mengevaluasi dampak program
promosi kesehatan:
- Kepuasan pasien: Kepuasan pasien terhadap program promosi kesehatan
merupakan parameter yang penting, satu studi melaporkan skor rata-rata
kepuasan 7,16 dari 10, sementara studi lain menemukan bahwa hanya 51,4%
pasien yang mengetahui kebijakan promosi kesehatan rumah sakit, yang
menunjukkan pentingnya menilai kesadaran pasien (Seif-Rabiei M. A., et
al., 2020).
- Biaya dan Return on Investment (ROI): Evaluasi terhadap penggunaan
layanan kesehatan dan biaya, serta estimasi Return on Investment (ROI),
sangat penting. Satu studi melaporkan ROI positif sebesar $2,53 untuk
setiap dolar yang diinvestasikan dalam program promosi kesehatan (Dement
J. M., et al., 2015).
- Kepatuhan terhadap standar: Menilai kepatuhan terhadap standar promosi
kesehatan sangat penting. Sebuah studi menemukan bahwa rumah sakit
memiliki tingkat kepatuhan sedang terhadap program promosi kesehatan
RS, dengan skor total sebesar 56,06 dari 100 (Pezeshki M. Z., et al., 2019).
- Efisiensi dan pemanfaatan sumber daya: Evaluasi terhadap efisiensi
teknis dari program promosi kesehatan penting dilakukan. Satu studi
menggunakan Analisis Envelopment Data untuk mengestimasi efisiensi
teknis dari program promosi kesehatan wanita, dengan laporan skor
efisiensi rata-rata berkisar antara 86,2% hingga 97,5% (Ruiz-Rodriguez
M., et al., 2016).
Referensi:
Salah satu program dalam PKRS yaitu melakukan penyuluhan
kesehatan, di dalam maupun di luar gedung. Penyuluhan kesehatan yang
dilakukan di luar gedung salah satunya adalah mengenai kesehatan
katarak yang dilaksanakan di Panti Werdha. Kegiatan yang dilakukan
di antaranya adalah penyuluhan kesehatan mengenai kesehatan lansia,
penyakit katarak pada lansia, pemeriksaan mata dan skrining katarak
pada lansia yang tinggal di Panti Werdha tersebut. Sebuah studi di
Thailand mengungkapkan bahwa literasi kesehatan, termasuk akses
informasi dan keterampilan komunikasi, secara signifikan berhubungan
dengan kehadiran pada skrining katarak pada lansia (Methaneedol M., et al.,
2019) dan di pedesaan Tiongkok Barat, pengetahuan yang lebih baik tentang
katarak berkaitan positif dengan skrining dan operasi katarak di kalangan
orang dewasa yang lebih tua (Du K., et al., 2022).
Beberapa lansia yang tinggal di Panti Werdha memiliki riwayat penyakit
katarak dan sudah dilakukan tindakan operasi, sehingga tim mengajak lansia
tersebut untuk bercerita mengenai pengalamannya selama sebelum
dan sesudah tindakan operasi. Sebuah studi mengidentifikasi
perasaan sebagai bagian dari komunitas, juga merupakan faktor
yang mempengaruhi partisipasi dalam program kesehatan partisipatif
komunitas, menekankan perlunya meningkatkan keterlibatan komunitas
dalam promosi kesehatan untuk pemberdayaan komunitas (Chon M. Y. & Kim M.
H., 2022). Program promosi kesehatan berbasis komunitas terbukti
mengisi kesenjangan dalam sistem kesehatan, menghubungkan individu
dengan sumber daya, dan memfasilitasi hubungan sosial, yang
mengarah pada peningkatan keterhubungan sosial dan dukungan di antara
lansia (Agarwal G. & Brudges M., 2018).
Lansia yang menderita penyakit katarak dan sudah terindikasi untuk
dioperasi, dapat dilakukan tindakan operatif ‘One Day Surgery’ di
RSUD Tanjung Priok menggunakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
dan tidak dibebankan biaya. Seperti pada penelitian Zhuang M., et al.
(2018) dikatakan bahwa operasi katarak dengan sistem ‘One Day Surgery’
terbukti lebih hemat biaya dan efisien, dibandingkan operasi rawat inap
dengan hasil klinis yang setara. Keinginan untuk operasi katarak dengan
‘One Day Surgery’ saat ini meningkat secara signifikan (Weingessel B.,
et al., 2017), namun yang perlu disiapkan dalam peningkatan permintaan
pasien mengenai operasi katarak dengan ‘One Day Surgery’ adalah menghadapi
tantangan dalam waktu tunggu operasi dengan ketersediaan fasilitas, seperti
ketersediaan ruang operasi (Badaruddin A., et al., 2022).
RSUD Tanjung Priok menyediakan fasilitas fakoemulsifikasi.
Fakoemulsifikasi adalah metode utama untuk operasi katarak, yang
menawarkan manfaat seperti tingkat komplikasi yang lebih rendah
dan hasil refraksi pasca operasi yang lebih baik (Xing J., et al.,
2013; Kho R. C. & Villano M. A. D., 2019). Fakoemulsifikasi dengan
implan lensa intraokular adalah metode yang aman dan efektif untuk
meningkatkan kualitas hidup terkait penglihatan pada pasien lanjut
usia dengan katarak, dengan tingkat kepuasan pasien yang tinggi dan
ketajaman visual pasca operasi yang baik (Bernal Reyes N., et al.,
2015). Dengan peningkatan signifikan pada penglihatan subjektif pasca
operasi, terjadi peningkatan kemampuan perawatan diri dan kondisi
psikologis pada lansia (He L., et al., 2020).
WHO mendorong RS untuk melakukan penilaian mandiri terhadap status
promosi kesehatan menggunakan alat-alat khusus (Afshari A., et al., 2020;
Nikpajouh A., et al., 2023; Yaghoubi M., et al., 2018). Terdiri dari 5
standar, yaitu kebijakan manajemen, penilaian pasien, informasi dan
intervensi terhadap pasien, mempromosikan lingkungan kerja yang sehat,
serta kelanjutan dan kolaborasi (Seif-Rabiei M. A., et al., 2023;
Taghdisi M. H., et al., 2018; Khalifa M. & Khalid P., 2015). Alat
penilaian mandiri memungkinkan RS untuk mengidentifikasi kekuatan
dan kesenjangan dalam promosi kesehatan, serta memberikan kerangka
kerja untuk mengukur efektivitas inisiatif (Seif-Rabiei M. A., et al.,
2023; Taghdisi M. H., et al., 2018; Afshari A., et al., 2020).
Laporan evaluasi kegiatan PKRS dibuat setiap triwulan dan dilaporkan
kepada Direktur RSUD Tanjung Priok. Menurut Windsor R. A. (2015),
evaluasi memberikan informasi tentang apa yang berhasil dan apa yang
tidak. Evaluasi harus menjadi penilaian yang ketat dan terstruktur
dari keseluruhan kegiatan, intervensi, program, atau kebijakan yang
telah selesai atau sedang berlangsung. Evaluasi ini penting untuk
menentukan sejauh mana tujuan telah tercapai serta kontribusinya
terhadap pengambilan keputusan. Melalui evaluasi, dapat ditentukan
apakah suatu intervensi mencapai audiens yang dituju, dilaksanakan
sesuai rencana, memberikan dampak yang diinginkan, apakah hasil yang
dicapai lebih baik, serta untuk siapa, bagaimana, dan mengapa hal
tersebut berdampak. Adapun tujuan dari evaluasi program:
- Mengetahui derajat capaian program
- Menetapkan metode pengendalian kualitas dan memantau kinerja staf
- Mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan dalam pengambilan keputusan
- Memenuhi kepuasan dan kebutuhan masyarakat
- Mengidentifikasi perubahan yang mungkin terjadi
- Menentukan kebijakan selanjutnya yang harus dilakukan
Tantangan yang ditemui pada riset Adzei F. A., et al. (2024) dan
Mahmoodi H. & Shaghaghi A. (2019) dalam mengintegrasikan kegiatan
promosi kesehatan di RS mencakup masalah struktural, kurangnya dukungan
kepemimpinan dan/atau manajemen, sumber daya yang tidak memadai,
kekurangan personil yang terampil dan terinformasi/berkomitmen,
kekurangan program evaluasi, rendahnya prioritas kegiatan promosi
kesehatan di RS, kurangnya motivasi serta kerjasama staf dan resistensi
kebijakan secara keseluruhan terhadap perubahan. Namun tantangan
ini tidak ditemui oleh Tim PKRS RSUD Tanjung Priok. Tim PKRS RSUD
Tanjung Priok dapat bekerja sama dengan baik dengan komitmen yang
tinggi dalam melaksanakan setiap program.
RS umumnya menggunakan beberapa parameter untuk mengevaluasi
dampak program promosi kesehatan. Berikut adalah beberapa parameter
kunci yang umum digunakan oleh RS untuk mengevaluasi dampak program
promosi kesehatan:
- Mengetahui derajat capaian program
- Menetapkan metode pengendalian kualitas dan memantau kinerja staf
- Mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan dalam pengambilan keputusan
- Memenuhi kepuasan dan kebutuhan masyarakat
- Mengidentifikasi perubahan yang mungkin terjadi
- Menentukan kebijakan selanjutnya yang harus dilakukan
Tantangan yang ditemui pada riset Adzei F. A., et al. (2024) dan
Mahmoodi H. & Shaghaghi A. (2019) dalam mengintegrasikan kegiatan
promosi kesehatan di RS mencakup masalah struktural, kurangnya dukungan
kepemimpinan dan/atau manajemen, sumber daya yang tidak memadai,
kekurangan personil yang terampil dan terinformasi/berkomitmen,
kekurangan program evaluasi, rendahnya prioritas kegiatan promosi
kesehatan di RS, kurangnya motivasi serta kerjasama staf dan
resistensi kebijakan secara keseluruhan terhadap perubahan.
Namun tantangan ini tidak ditemui oleh Tim PKRS RSUD Tanjung
Priok. Tim PKRS RSUD Tanjung Priok dapat bekerja sama dengan baik d
engan komitmen yang tinggi dalam melaksanakan setiap program.
RS umumnya menggunakan beberapa parameter untuk mengevaluasi
dampak program promosi kesehatan. Berikut adalah beberapa parameter
kunci yang umum digunakan oleh RS untuk mengevaluasi dampak program
promosi kesehatan:
- Kepuasan pasien: Kepuasan pasien terhadap program promosi kesehatan
merupakan parameter yang penting, satu studi melaporkan skor rata-rata
kepuasan 7,16 dari 10, sementara studi lain menemukan bahwa hanya 51,4%
pasien yang mengetahui kebijakan promosi kesehatan rumah sakit, yang
menunjukkan pentingnya menilai kesadaran pasien (Seif-Rabiei M. A., et
al., 2020).
- Biaya dan Return on Investment (ROI): Evaluasi terhadap penggunaan
layanan kesehatan dan biaya, serta estimasi Return on Investment (ROI),
sangat penting. Satu studi melaporkan ROI positif sebesar $2,53 untuk
setiap dolar yang diinvestasikan dalam program promosi kesehatan (Dement
J. M., et al., 2015).
- Kepatuhan terhadap standar: Menilai kepatuhan terhadap standar promosi
kesehatan sangat penting. Sebuah studi menemukan bahwa rumah sakit
memiliki tingkat kepatuhan sedang terhadap program promosi kesehatan
RS, dengan skor total sebesar 56,06 dari 100 (Pezeshki M. Z., et al., 2019).
- Efisiensi dan pemanfaatan sumber daya: Evaluasi terhadap efisiensi
teknis dari program promosi kesehatan penting dilakukan. Satu studi
menggunakan Analisis Envelopment Data untuk mengestimasi efisiensi
teknis dari program promosi kesehatan wanita, dengan laporan skor
efisiensi rata-rata berkisar antara 86,2% hingga 97,5% (Ruiz-Rodriguez
M., et al., 2016).
Referensi:
Lansia yang menderita penyakit katarak dan sudah terindikasi untuk
dioperasi, dapat dilakukan tindakan operatif ‘One Day Surgery’ di
RSUD Tanjung Priok menggunakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
dan tidak dibebankan biaya. Seperti pada penelitian Zhuang M., et al.
(2018) dikatakan bahwa operasi katarak dengan sistem ‘One Day Surgery’
terbukti lebih hemat biaya dan efisien, dibandingkan operasi rawat inap
dengan hasil klinis yang setara. Keinginan untuk operasi katarak dengan
‘One Day Surgery’ saat ini meningkat secara signifikan (Weingessel B.,
et al., 2017), namun yang perlu disiapkan dalam peningkatan permintaan
pasien mengenai operasi katarak dengan ‘One Day Surgery’ adalah menghadapi
tantangan dalam waktu tunggu operasi dengan ketersediaan fasilitas, seperti
ketersediaan ruang operasi (Badaruddin A., et al., 2022).
RSUD Tanjung Priok menyediakan fasilitas fakoemulsifikasi.
Fakoemulsifikasi adalah metode utama untuk operasi katarak, yang
menawarkan manfaat seperti tingkat komplikasi yang lebih rendah
dan hasil refraksi pasca operasi yang lebih baik (Xing J., et al.,
2013; Kho R. C. & Villano M. A. D., 2019). Fakoemulsifikasi dengan
implan lensa intraokular adalah metode yang aman dan efektif untuk
meningkatkan kualitas hidup terkait penglihatan pada pasien lanjut
usia dengan katarak, dengan tingkat kepuasan pasien yang tinggi dan
ketajaman visual pasca operasi yang baik (Bernal Reyes N., et al.,
2015). Dengan peningkatan signifikan pada penglihatan subjektif pasca
operasi, terjadi peningkatan kemampuan perawatan diri dan kondisi
psikologis pada lansia (He L., et al., 2020).
WHO mendorong RS untuk melakukan penilaian mandiri terhadap status
promosi kesehatan menggunakan alat-alat khusus (Afshari A., et al., 2020;
Nikpajouh A., et al., 2023; Yaghoubi M., et al., 2018). Terdiri dari 5
standar, yaitu kebijakan manajemen, penilaian pasien, informasi dan
intervensi terhadap pasien, mempromosikan lingkungan kerja yang sehat,
serta kelanjutan dan kolaborasi (Seif-Rabiei M. A., et al., 2023;
Taghdisi M. H., et al., 2018; Khalifa M. & Khalid P., 2015). Alat
penilaian mandiri memungkinkan RS untuk mengidentifikasi kekuatan
dan kesenjangan dalam promosi kesehatan, serta memberikan kerangka
kerja untuk mengukur efektivitas inisiatif (Seif-Rabiei M. A., et al.,
2023; Taghdisi M. H., et al., 2018; Afshari A., et al., 2020).
Laporan evaluasi kegiatan PKRS dibuat setiap triwulan dan dilaporkan
kepada Direktur RSUD Tanjung Priok. Menurut Windsor R. A. (2015),
evaluasi memberikan informasi tentang apa yang berhasil dan apa yang
tidak. Evaluasi harus menjadi penilaian yang ketat dan terstruktur
dari keseluruhan kegiatan, intervensi, program, atau kebijakan yang
telah selesai atau sedang berlangsung. Evaluasi ini penting untuk
menentukan sejauh mana tujuan telah tercapai serta kontribusinya
terhadap pengambilan keputusan. Melalui evaluasi, dapat ditentukan
apakah suatu intervensi mencapai audiens yang dituju, dilaksanakan
sesuai rencana, memberikan dampak yang diinginkan, apakah hasil yang
dicapai lebih baik, serta untuk siapa, bagaimana, dan mengapa hal
tersebut berdampak. Adapun tujuan dari evaluasi program:
- Mengetahui derajat capaian program
- Menetapkan metode pengendalian kualitas dan memantau kinerja staf
- Mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan dalam pengambilan keputusan
- Memenuhi kepuasan dan kebutuhan masyarakat
- Mengidentifikasi perubahan yang mungkin terjadi
- Menentukan kebijakan selanjutnya yang harus dilakukan
Tantangan yang ditemui pada riset Adzei F. A., et al. (2024) dan
Mahmoodi H. & Shaghaghi A. (2019) dalam mengintegrasikan kegiatan
promosi kesehatan di RS mencakup masalah struktural, kurangnya dukungan
kepemimpinan dan/atau manajemen, sumber daya yang tidak memadai,
kekurangan personil yang terampil dan terinformasi/berkomitmen,
kekurangan program evaluasi, rendahnya prioritas kegiatan promosi
kesehatan di RS, kurangnya motivasi serta kerjasama staf dan resistensi
kebijakan secara keseluruhan terhadap perubahan. Namun tantangan
ini tidak ditemui oleh Tim PKRS RSUD Tanjung Priok. Tim PKRS RSUD
Tanjung Priok dapat bekerja sama dengan baik dengan komitmen yang
tinggi dalam melaksanakan setiap program.
RS umumnya menggunakan beberapa parameter untuk mengevaluasi
dampak program promosi kesehatan. Berikut adalah beberapa parameter
kunci yang umum digunakan oleh RS untuk mengevaluasi dampak program
promosi kesehatan:
- Mengetahui derajat capaian program
- Menetapkan metode pengendalian kualitas dan memantau kinerja staf
- Mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan dalam pengambilan keputusan
- Memenuhi kepuasan dan kebutuhan masyarakat
- Mengidentifikasi perubahan yang mungkin terjadi
- Menentukan kebijakan selanjutnya yang harus dilakukan
Tantangan yang ditemui pada riset Adzei F. A., et al. (2024) dan
Mahmoodi H. & Shaghaghi A. (2019) dalam mengintegrasikan kegiatan
promosi kesehatan di RS mencakup masalah struktural, kurangnya dukungan
kepemimpinan dan/atau manajemen, sumber daya yang tidak memadai,
kekurangan personil yang terampil dan terinformasi/berkomitmen,
kekurangan program evaluasi, rendahnya prioritas kegiatan promosi
kesehatan di RS, kurangnya motivasi serta kerjasama staf dan
resistensi kebijakan secara keseluruhan terhadap perubahan.
Namun tantangan ini tidak ditemui oleh Tim PKRS RSUD Tanjung
Priok. Tim PKRS RSUD Tanjung Priok dapat bekerja sama dengan baik d
engan komitmen yang tinggi dalam melaksanakan setiap program.
RS umumnya menggunakan beberapa parameter untuk mengevaluasi
dampak program promosi kesehatan. Berikut adalah beberapa parameter
kunci yang umum digunakan oleh RS untuk mengevaluasi dampak program
promosi kesehatan:
- Kepuasan pasien: Kepuasan pasien terhadap program promosi kesehatan
merupakan parameter yang penting, satu studi melaporkan skor rata-rata
kepuasan 7,16 dari 10, sementara studi lain menemukan bahwa hanya 51,4%
pasien yang mengetahui kebijakan promosi kesehatan rumah sakit, yang
menunjukkan pentingnya menilai kesadaran pasien (Seif-Rabiei M. A., et
al., 2020).
- Biaya dan Return on Investment (ROI): Evaluasi terhadap penggunaan
layanan kesehatan dan biaya, serta estimasi Return on Investment (ROI),
sangat penting. Satu studi melaporkan ROI positif sebesar $2,53 untuk
setiap dolar yang diinvestasikan dalam program promosi kesehatan (Dement
J. M., et al., 2015).
- Kepatuhan terhadap standar: Menilai kepatuhan terhadap standar promosi
kesehatan sangat penting. Sebuah studi menemukan bahwa rumah sakit
memiliki tingkat kepatuhan sedang terhadap program promosi kesehatan
RS, dengan skor total sebesar 56,06 dari 100 (Pezeshki M. Z., et al., 2019).
- Efisiensi dan pemanfaatan sumber daya: Evaluasi terhadap efisiensi
teknis dari program promosi kesehatan penting dilakukan. Satu studi
menggunakan Analisis Envelopment Data untuk mengestimasi efisiensi
teknis dari program promosi kesehatan wanita, dengan laporan skor
efisiensi rata-rata berkisar antara 86,2% hingga 97,5% (Ruiz-Rodriguez
M., et al., 2016).
Referensi:
WHO mendorong RS untuk melakukan penilaian mandiri terhadap status
promosi kesehatan menggunakan alat-alat khusus (Afshari A., et al., 2020;
Nikpajouh A., et al., 2023; Yaghoubi M., et al., 2018). Terdiri dari 5
standar, yaitu kebijakan manajemen, penilaian pasien, informasi dan
intervensi terhadap pasien, mempromosikan lingkungan kerja yang sehat,
serta kelanjutan dan kolaborasi (Seif-Rabiei M. A., et al., 2023;
Taghdisi M. H., et al., 2018; Khalifa M. & Khalid P., 2015). Alat
penilaian mandiri memungkinkan RS untuk mengidentifikasi kekuatan
dan kesenjangan dalam promosi kesehatan, serta memberikan kerangka
kerja untuk mengukur efektivitas inisiatif (Seif-Rabiei M. A., et al.,
2023; Taghdisi M. H., et al., 2018; Afshari A., et al., 2020).
Laporan evaluasi kegiatan PKRS dibuat setiap triwulan dan dilaporkan
kepada Direktur RSUD Tanjung Priok. Menurut Windsor R. A. (2015),
evaluasi memberikan informasi tentang apa yang berhasil dan apa yang
tidak. Evaluasi harus menjadi penilaian yang ketat dan terstruktur
dari keseluruhan kegiatan, intervensi, program, atau kebijakan yang
telah selesai atau sedang berlangsung. Evaluasi ini penting untuk
menentukan sejauh mana tujuan telah tercapai serta kontribusinya
terhadap pengambilan keputusan. Melalui evaluasi, dapat ditentukan
apakah suatu intervensi mencapai audiens yang dituju, dilaksanakan
sesuai rencana, memberikan dampak yang diinginkan, apakah hasil yang
dicapai lebih baik, serta untuk siapa, bagaimana, dan mengapa hal
tersebut berdampak. Adapun tujuan dari evaluasi program:
- Mengetahui derajat capaian program
- Menetapkan metode pengendalian kualitas dan memantau kinerja staf
- Mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan dalam pengambilan keputusan
- Memenuhi kepuasan dan kebutuhan masyarakat
- Mengidentifikasi perubahan yang mungkin terjadi
- Menentukan kebijakan selanjutnya yang harus dilakukan
Tantangan yang ditemui pada riset Adzei F. A., et al. (2024) dan
Mahmoodi H. & Shaghaghi A. (2019) dalam mengintegrasikan kegiatan
promosi kesehatan di RS mencakup masalah struktural, kurangnya dukungan
kepemimpinan dan/atau manajemen, sumber daya yang tidak memadai,
kekurangan personil yang terampil dan terinformasi/berkomitmen,
kekurangan program evaluasi, rendahnya prioritas kegiatan promosi
kesehatan di RS, kurangnya motivasi serta kerjasama staf dan resistensi
kebijakan secara keseluruhan terhadap perubahan. Namun tantangan
ini tidak ditemui oleh Tim PKRS RSUD Tanjung Priok. Tim PKRS RSUD
Tanjung Priok dapat bekerja sama dengan baik dengan komitmen yang
tinggi dalam melaksanakan setiap program.
RS umumnya menggunakan beberapa parameter untuk mengevaluasi
dampak program promosi kesehatan. Berikut adalah beberapa parameter
kunci yang umum digunakan oleh RS untuk mengevaluasi dampak program
promosi kesehatan:
- Mengetahui derajat capaian program
- Menetapkan metode pengendalian kualitas dan memantau kinerja staf
- Mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan dalam pengambilan keputusan
- Memenuhi kepuasan dan kebutuhan masyarakat
- Mengidentifikasi perubahan yang mungkin terjadi
- Menentukan kebijakan selanjutnya yang harus dilakukan
Tantangan yang ditemui pada riset Adzei F. A., et al. (2024) dan
Mahmoodi H. & Shaghaghi A. (2019) dalam mengintegrasikan kegiatan
promosi kesehatan di RS mencakup masalah struktural, kurangnya dukungan
kepemimpinan dan/atau manajemen, sumber daya yang tidak memadai,
kekurangan personil yang terampil dan terinformasi/berkomitmen,
kekurangan program evaluasi, rendahnya prioritas kegiatan promosi
kesehatan di RS, kurangnya motivasi serta kerjasama staf dan
resistensi kebijakan secara keseluruhan terhadap perubahan.
Namun tantangan ini tidak ditemui oleh Tim PKRS RSUD Tanjung
Priok. Tim PKRS RSUD Tanjung Priok dapat bekerja sama dengan baik d
engan komitmen yang tinggi dalam melaksanakan setiap program.
RS umumnya menggunakan beberapa parameter untuk mengevaluasi
dampak program promosi kesehatan. Berikut adalah beberapa parameter
kunci yang umum digunakan oleh RS untuk mengevaluasi dampak program
promosi kesehatan:
- Kepuasan pasien: Kepuasan pasien terhadap program promosi kesehatan
merupakan parameter yang penting, satu studi melaporkan skor rata-rata
kepuasan 7,16 dari 10, sementara studi lain menemukan bahwa hanya 51,4%
pasien yang mengetahui kebijakan promosi kesehatan rumah sakit, yang
menunjukkan pentingnya menilai kesadaran pasien (Seif-Rabiei M. A., et
al., 2020).
- Biaya dan Return on Investment (ROI): Evaluasi terhadap penggunaan
layanan kesehatan dan biaya, serta estimasi Return on Investment (ROI),
sangat penting. Satu studi melaporkan ROI positif sebesar $2,53 untuk
setiap dolar yang diinvestasikan dalam program promosi kesehatan (Dement
J. M., et al., 2015).
- Kepatuhan terhadap standar: Menilai kepatuhan terhadap standar promosi
kesehatan sangat penting. Sebuah studi menemukan bahwa rumah sakit
memiliki tingkat kepatuhan sedang terhadap program promosi kesehatan
RS, dengan skor total sebesar 56,06 dari 100 (Pezeshki M. Z., et al., 2019).
- Efisiensi dan pemanfaatan sumber daya: Evaluasi terhadap efisiensi
teknis dari program promosi kesehatan penting dilakukan. Satu studi
menggunakan Analisis Envelopment Data untuk mengestimasi efisiensi
teknis dari program promosi kesehatan wanita, dengan laporan skor
efisiensi rata-rata berkisar antara 86,2% hingga 97,5% (Ruiz-Rodriguez
M., et al., 2016).
Referensi:
- Mengetahui derajat capaian program
- Menetapkan metode pengendalian kualitas dan memantau kinerja staf
- Mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan dalam pengambilan keputusan
- Memenuhi kepuasan dan kebutuhan masyarakat
- Mengidentifikasi perubahan yang mungkin terjadi
- Menentukan kebijakan selanjutnya yang harus dilakukan
Tantangan yang ditemui pada riset Adzei F. A., et al. (2024) dan
Mahmoodi H. & Shaghaghi A. (2019) dalam mengintegrasikan kegiatan
promosi kesehatan di RS mencakup masalah struktural, kurangnya dukungan
kepemimpinan dan/atau manajemen, sumber daya yang tidak memadai,
kekurangan personil yang terampil dan terinformasi/berkomitmen,
kekurangan program evaluasi, rendahnya prioritas kegiatan promosi
kesehatan di RS, kurangnya motivasi serta kerjasama staf dan resistensi
kebijakan secara keseluruhan terhadap perubahan. Namun tantangan
ini tidak ditemui oleh Tim PKRS RSUD Tanjung Priok. Tim PKRS RSUD
Tanjung Priok dapat bekerja sama dengan baik dengan komitmen yang
tinggi dalam melaksanakan setiap program.
RS umumnya menggunakan beberapa parameter untuk mengevaluasi
dampak program promosi kesehatan. Berikut adalah beberapa parameter
kunci yang umum digunakan oleh RS untuk mengevaluasi dampak program
promosi kesehatan:
- Mengetahui derajat capaian program
- Menetapkan metode pengendalian kualitas dan memantau kinerja staf
- Mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan dalam pengambilan keputusan
- Memenuhi kepuasan dan kebutuhan masyarakat
- Mengidentifikasi perubahan yang mungkin terjadi
- Menentukan kebijakan selanjutnya yang harus dilakukan
Tantangan yang ditemui pada riset Adzei F. A., et al. (2024) dan
Mahmoodi H. & Shaghaghi A. (2019) dalam mengintegrasikan kegiatan
promosi kesehatan di RS mencakup masalah struktural, kurangnya dukungan
kepemimpinan dan/atau manajemen, sumber daya yang tidak memadai,
kekurangan personil yang terampil dan terinformasi/berkomitmen,
kekurangan program evaluasi, rendahnya prioritas kegiatan promosi
kesehatan di RS, kurangnya motivasi serta kerjasama staf dan
resistensi kebijakan secara keseluruhan terhadap perubahan.
Namun tantangan ini tidak ditemui oleh Tim PKRS RSUD Tanjung
Priok. Tim PKRS RSUD Tanjung Priok dapat bekerja sama dengan baik d
engan komitmen yang tinggi dalam melaksanakan setiap program.
RS umumnya menggunakan beberapa parameter untuk mengevaluasi
dampak program promosi kesehatan. Berikut adalah beberapa parameter
kunci yang umum digunakan oleh RS untuk mengevaluasi dampak program
promosi kesehatan:
- Kepuasan pasien: Kepuasan pasien terhadap program promosi kesehatan
merupakan parameter yang penting, satu studi melaporkan skor rata-rata
kepuasan 7,16 dari 10, sementara studi lain menemukan bahwa hanya 51,4%
pasien yang mengetahui kebijakan promosi kesehatan rumah sakit, yang
menunjukkan pentingnya menilai kesadaran pasien (Seif-Rabiei M. A., et
al., 2020).
- Biaya dan Return on Investment (ROI): Evaluasi terhadap penggunaan
layanan kesehatan dan biaya, serta estimasi Return on Investment (ROI),
sangat penting. Satu studi melaporkan ROI positif sebesar $2,53 untuk
setiap dolar yang diinvestasikan dalam program promosi kesehatan (Dement
J. M., et al., 2015).
- Kepatuhan terhadap standar: Menilai kepatuhan terhadap standar promosi
kesehatan sangat penting. Sebuah studi menemukan bahwa rumah sakit
memiliki tingkat kepatuhan sedang terhadap program promosi kesehatan
RS, dengan skor total sebesar 56,06 dari 100 (Pezeshki M. Z., et al., 2019).
- Efisiensi dan pemanfaatan sumber daya: Evaluasi terhadap efisiensi
teknis dari program promosi kesehatan penting dilakukan. Satu studi
menggunakan Analisis Envelopment Data untuk mengestimasi efisiensi
teknis dari program promosi kesehatan wanita, dengan laporan skor
efisiensi rata-rata berkisar antara 86,2% hingga 97,5% (Ruiz-Rodriguez
M., et al., 2016).
Referensi:
- Mengetahui derajat capaian program
- Menetapkan metode pengendalian kualitas dan memantau kinerja staf
- Mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan dalam pengambilan keputusan
- Memenuhi kepuasan dan kebutuhan masyarakat
- Mengidentifikasi perubahan yang mungkin terjadi
- Menentukan kebijakan selanjutnya yang harus dilakukan
Tantangan yang ditemui pada riset Adzei F. A., et al. (2024) dan
Mahmoodi H. & Shaghaghi A. (2019) dalam mengintegrasikan kegiatan
promosi kesehatan di RS mencakup masalah struktural, kurangnya dukungan
kepemimpinan dan/atau manajemen, sumber daya yang tidak memadai,
kekurangan personil yang terampil dan terinformasi/berkomitmen,
kekurangan program evaluasi, rendahnya prioritas kegiatan promosi
kesehatan di RS, kurangnya motivasi serta kerjasama staf dan
resistensi kebijakan secara keseluruhan terhadap perubahan.
Namun tantangan ini tidak ditemui oleh Tim PKRS RSUD Tanjung
Priok. Tim PKRS RSUD Tanjung Priok dapat bekerja sama dengan baik d
engan komitmen yang tinggi dalam melaksanakan setiap program.
RS umumnya menggunakan beberapa parameter untuk mengevaluasi
dampak program promosi kesehatan. Berikut adalah beberapa parameter
kunci yang umum digunakan oleh RS untuk mengevaluasi dampak program
promosi kesehatan:
- Kepuasan pasien: Kepuasan pasien terhadap program promosi kesehatan
merupakan parameter yang penting, satu studi melaporkan skor rata-rata
kepuasan 7,16 dari 10, sementara studi lain menemukan bahwa hanya 51,4%
pasien yang mengetahui kebijakan promosi kesehatan rumah sakit, yang
menunjukkan pentingnya menilai kesadaran pasien (Seif-Rabiei M. A., et
al., 2020).
- Biaya dan Return on Investment (ROI): Evaluasi terhadap penggunaan
layanan kesehatan dan biaya, serta estimasi Return on Investment (ROI),
sangat penting. Satu studi melaporkan ROI positif sebesar $2,53 untuk
setiap dolar yang diinvestasikan dalam program promosi kesehatan (Dement
J. M., et al., 2015).
- Kepatuhan terhadap standar: Menilai kepatuhan terhadap standar promosi
kesehatan sangat penting. Sebuah studi menemukan bahwa rumah sakit
memiliki tingkat kepatuhan sedang terhadap program promosi kesehatan
RS, dengan skor total sebesar 56,06 dari 100 (Pezeshki M. Z., et al., 2019).
- Efisiensi dan pemanfaatan sumber daya: Evaluasi terhadap efisiensi
teknis dari program promosi kesehatan penting dilakukan. Satu studi
menggunakan Analisis Envelopment Data untuk mengestimasi efisiensi
teknis dari program promosi kesehatan wanita, dengan laporan skor
efisiensi rata-rata berkisar antara 86,2% hingga 97,5% (Ruiz-Rodriguez
M., et al., 2016).
Referensi:
- Kepuasan pasien: Kepuasan pasien terhadap program promosi kesehatan merupakan parameter yang penting, satu studi melaporkan skor rata-rata kepuasan 7,16 dari 10, sementara studi lain menemukan bahwa hanya 51,4% pasien yang mengetahui kebijakan promosi kesehatan rumah sakit, yang menunjukkan pentingnya menilai kesadaran pasien (Seif-Rabiei M. A., et al., 2020).
- Biaya dan Return on Investment (ROI): Evaluasi terhadap penggunaan layanan kesehatan dan biaya, serta estimasi Return on Investment (ROI), sangat penting. Satu studi melaporkan ROI positif sebesar $2,53 untuk setiap dolar yang diinvestasikan dalam program promosi kesehatan (Dement J. M., et al., 2015).
- Kepatuhan terhadap standar: Menilai kepatuhan terhadap standar promosi kesehatan sangat penting. Sebuah studi menemukan bahwa rumah sakit memiliki tingkat kepatuhan sedang terhadap program promosi kesehatan RS, dengan skor total sebesar 56,06 dari 100 (Pezeshki M. Z., et al., 2019).
- Efisiensi dan pemanfaatan sumber daya: Evaluasi terhadap efisiensi teknis dari program promosi kesehatan penting dilakukan. Satu studi menggunakan Analisis Envelopment Data untuk mengestimasi efisiensi teknis dari program promosi kesehatan wanita, dengan laporan skor efisiensi rata-rata berkisar antara 86,2% hingga 97,5% (Ruiz-Rodriguez M., et al., 2016).
Referensi:
Adzei F. A., et al. (2024). Health promotion as the nexus of public health and clinical care: the case of a district hospital in southern Ghana. Global Health Promotion. DOI 10.1177/17579759241245858.
Afshari A., et al. (2020). Self-assessment for implementation of health promotion standards in hospitals, in medical education centers of Isfahan city. Iranian Journal of Health Education and Health Promotion. Volume 8, Issue 3, Pages 249 – 260. DOI 10.29252/ijhehp.8.3.249.
Agarwal G. & Brudges M. (2018). Effects of a community health promotion program on social factors in a vulnerable older adult population residing in social housing. BMC Geriatrics. BMC Geriatrics. Volume 18, Issue 1. DOI 10.1186/s12877-018-0764-9.
Aprilia F. (2020). The Analysis of Decline in Outpatient Visits in Surabaya Surgical Hospital From The Perspective of An Internal Business Process. Indonesian Journal of Public Health. Volume 15, Issue 2, Pages 245 – 251. DOI 10.20473/ijph.v15i2.2020.245-251.
Amiri M., et al. (2016). The impact of setting the standards of health promoting Hospitals on Hospital Indicators in Iran. PLoS ONE. Volume 11, Issue 12. DOI 10.1371/journal.pone.0167459.
Badaruddin A., et al. (2022). Cataract Surgery Waiting Time For Day Care Operation Theatre In University Of Malaya Medical Centre. Journal of Health and Translational Medicine.
Bernal Reyes N., et al. (2015). Activities of daily living and quality of life in eldery cataract surgery. Revista Mexicana de Oftalmologia. Volume 89, Issue 3, Pages 141 – 149. DOI 10.1016/j.mexoft.2014.09.005.
Bu Q. & Xie E. (2018). A study on the correlation between health-related behavior and medical ecology use of urban aged group. Ekoloji. Volume 27, Issue 106, Pages 471 – 476.
Chon M. Y., Kim M. H. (2022). Factors Affecting the Sense of Community for Women in Community Participatory Health Services. Journal for ReAttach Therapy and Developmental Diversities. Volume 5, Issue SpecialIssue2, Pages 224 – 228.
Dement J. M., et al. (2015). Impacts of workplace health promotion and wellness programs on health care utilization and costs results from an academic workplace. Journal of Occupational and Environmental Medicine. Volume 57, Issue 11, Pages 1159 – 1169. DOI 10.1097/JOM.0000000000000555.
Du K., et al. (2022). Knowledge of cataracts and eye care utilization among adults aged 50 and above in rural Western China. Frontiers in Public Health. Volume 10. Article number 1034314. DOI 10.3389/fpubh.2022.1034314.
He L., et al. (2020). Changes in visual function and quality of life in patients with senile cataract following phacoemulsification. Annals of Palliative Medicine. Volume 9, Issue 6, Pages 3802 – 3809. DOI 10.21037/apm-20-1709.
Hearld L. R., et al. (2018). Trends in US hospital provision of health promotion services, 1996-2014. Population Health Management. Volume 21, Issue 4, Pages 309 – 316. DOI 10.1089/pop.2017.0099.
Hugosson Magnus, Ekström Curt. (2020). Prevalence and risk factors for age-related cataract in Sweden. Upsala Journal of Medical Sciences. Volume 125, Issue 4, Pages 311 – 315. DOI 10.1080/03009734.2020.1802375.
Khalifa M. & Khalid P. (2015). Developing strategic health care key performance indicators: A case study on a tertiary care hospital. Procedia Computer Science. Volume 63, Pages 459 - 4662015 6th International Conference on Emerging Ubiquitous Systems and Pervasive Networks, EUSPN 2015. DOI 10.1016/j.procs.2015.08.368.
Kho R. C., Villano M. A. D. (2019). Visual outcomes and intraoperative complication rates of phacoemulsification cataract surgery by third year ophthalmology residents in the up-philippine general hospital. Acta Medica Philippina. Volume 53, Issue 4, Pages 350 – 354.
Methaneedol M., et al. (2019). The relation between health literacy and cataract screening in elderly people, Kalasin province, Thailand. Indian Journal of Public Health Research and Development. Volume 10, Issue 11, Pages 2084 – 2089. DOI 10.5958/0976-5506.2019.03865.8.
Nakazawa, Yosuke. (2020). Study of the mechanisms of maintaining the transparency of the lens and treatment of its related diseases for making anti-cataract and/or anti-presbyopia drugs. Yakugaku Zasshi. Volume 140, Issue 9, Pages 1095 – 1099. DOI 10.1248/yakushi.20-00120.
Nikpajouh A., et al. (2023). The Latest Standards of Health Promoting Hospitals. Iranian Journal of Health Education and Health Promotion. Volume 11, Issue 3, Pages 229 – 232. DOI 10.22034/11.3.229.
Pelikan Jürgen M., et al. (2022). Health-Promoting Hospitals. Handbook of Settings-Based Health PromotionPages 119 – 149. DOI 10.1007/978-3-030-95856-5_7.
Pengpid Supa, Peltzer Karl. (2020). Prevalence and correlates of self-reported cataract among a nationally representative community-dwelling sample of older adults in India, 2017-2018. International Journal on Disability and Human DevelopmentVolume 21, Issue 2, Pages 107 – 112.
Pengpid Supa, Peltzer Karl. (2022). Prevalence and risk factors for age-related cataract in Sweden. Upsala Journal of Medical Sciences. Volume 125, Issue 4, Pages 311 – 315. DOI 10.1080/03009734.2020.1802375.
Perdami. (2017). Available from: https://perdami.or.id/vision-2020-di-indonesia/. Accessed June 10, 2024.
Pezeshki M. Z., et al. (2019). Evaluation of the health promotion standards in governmental and non-governmental hospitals in East-Azerbaijan. Medical Journal of the Islamic Republic of Iran. Volume 33, Issue 12019. DOI 10.34171/mjiri.33.113.
Prem Kumar S. G., et al. (2018). Factors limiting the Northeast Indian elderly population from seeking cataract surgical treatment: Evidence from Kolasib district, Mizoram, India. Indian Journal of Ophthalmology. Volume 66, Issue 7, Pages 969 – 974. DOI 10.4103/ijo.IJO_1184_17.
Ramadhani N. A. R. (2021). Literature Review: The Role And Effects of Hospital Health Promotion On Health Politics. Indonesian Journal of Public Health. Volume 16, Issue 2, Pages 327 – 335. DOI 10.20473/ijph.v16i2.2021.327-335.
Ruiz-Rodriguez M., et al. (2016). Technical efficiency of women's health prevention programs in Bucaramanga, Colombia: A four-stage analysis. BMC Health Services Research. Volume 16, Issue 1. DOI 10.1186/s12913-016-1837-0.
Seif-Rabiei M. A., et al. (2020). Evaluating health promotion standards at the Farshchian heart center of Hamadan, Iran. Hospital Practice. Volume 48, Issue 5, Pages 282 – 288. DOI 10.1080/21548331.2020.1788819.
Seif-Rabiei M. A., et al. (2023). Assessing the status of hospitals in Hamadan Iran with the Health Promoting Hospital Standards. Russian Open Medical Journal. Volume 12, Issue 4. DOI 10.15275/rusomj.2023.0406.
Sianturi A. R., et al. (2022). The Hospital Health Promotion Toward Clean Healthy Living Behavior in the Covid-19 Era. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science. Volume 1083, Issue 12022 Article number 0120352021 International Conference on Climate Change, Agriculture, Biodiversity, and Environment Study, CABE 2021. DOI 10.1088/1755-1315/1083/1/012035.
Taghdisi M. H., et al. (2018). Self-assessment of health promoting Hospital's activities in the largest heart Hospital of Northwest Iran. BMC Health Services Research. Volume 18, Issue 1. DOI 10.1186/s12913-018-3378-1.
Weingessel B., et al. (2017). More frequent requests for day-case cataract surgery: An impressive mind switch in the Austrian population within 7 years. Wiener Medizinische Wochenschrift. Volume 167, Issue 13-14, Pages 314 – 319. DOI 10.1007/s10354-017-0554-6.
Windsor R. A. (2015). Evaluation of Health Promotion and Disease Prevention Programs Fifth Edition: Improving Population Health Through Evidence-Based Practice. Oxford University Press. Pages 1 – 51.
Xing J., et al. (2013). Application of femtosecond laser-assisted cataract surgery. Ophthalmology in China. Volume 22, Issue 2, Pages 77 – 79.
Yaghoubi M., et al. (2018). Effective factors in implementation and development of health promoting hospitals: A systematic review. Health Promotion International. Volume 33, Issue 3. DOI 10.1093/heapro/day024.
Share :