Artikel

Pengaruh Budaya Terhadap Kesehatan Masyarakat


Oleh : dr. Shinta Restyana Widya


Perubahan yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat meliputi berbagai macam aspek, salah satunya adalah aspek budaya. Budaya merupakan suatu sistem pengetahuan, kepercayaan, dan/atau praktik bersama yang diwariskan secara sosial yang berbeda-beda antar kelompok, dan individu dalam kelompok tersebut (Hernandez, M. dan Gibb, J. K., 2020). Kebudayaan merupakan suatu sistem ekologi biopsikososial yang:

  1. Mendasar dan dinamis dalam mengatur kehidupan.
  2. Secara relatif konsisten bertujuan untuk memastikan kelangsungan hidup dan kesejahteraan individu memberikan arah dan makna dalam kehidupan.
  3. Berfungsi sebagai sarana untuk menyampaikan perhatian dan kepedulian antar individu.
  4. Terdiri dari keyakinan, nilai-nilai, dan gaya hidup agar berhasil beradaptasi dengan menggunakan teknologi dan sumber daya ekonomi yang tersedia.
  5. Memberikan cara untuk memahami peristiwa-peristiwa kehidupan, terutama pada saat-saat sulit multi-level, multi-dimensi, dinamis, adaptif, dan integratif di mana suatu populasi manusia berada (Kagawa-Singer, Marjorie, 2011).

Aspek budaya dapat terlihat dan tidak terlihat. Aspek budaya yang terlihat di antaranya adalah bahasa, literatur, musik, makanan, pakaian, seni, festival dan permainan. Aspek budaya yang tidak terlihat, yakni cara berkomunikasi, kepercayaan, nilai-nilai, konsep rentang waktu, cara menangani emosi, etika dan kompetitif (Bakić-Mirić, N. M., et al, 2017).

Perubahan budaya melibatkan partisipasi masyarakat dalam menerima dan menggabungkan elemen-elemen budaya asing dengan budaya lokal mereka, yang menghasilkan dua bentuk utama: akulturasi dan asimilasi. Akulturasi adalah ketika suatu kelompok manusia dihadapkan dengan elemen-elemen budaya asing, yang kemudian diterima dan disesuaikan dengan budaya mereka sendiri tanpa kehilangan identitas budaya mereka. Sedangkan asimilasi terjadi ketika kelompok manusia yang berbeda budaya berinteraksi secara langsung dan intensif dalam jangka waktu yang cukup lama, yang mengakibatkan perubahan budaya dan penyesuaian antar kelompok tersebut (Pratama N. P. dkk., 2022) (Pratiwi P. H., 2024). Terdapat beberapa pengaruh budaya di Indonesia terhadap terjadinya suatu penyakit:

  1. Konsep kesehatan dan kematian pada tingkat fisik, spiritual, dan metafisik. Seperti contohnya pengobatan tradisional, upacara ruwatan untuk membersihkan diri dari energi negative, dan penggunaan benda bertuah/sakral untuk melindungi diri dari penyakit filosofi hidup gotong royong (kesehatan individu dipandang sebagai tanggung jawab bersama).

  2. Pengalaman dan ekspresi rasa sakit dan apakah rasa sakit dipandang sebagai hukuman atau ujian iman. Seperti contohnya penggunaan bahasa untuk menggambarkan rasa sakit secara verbal ("pegel-pegel" = merujuk pada rasa sakit otot, “ngilu" = merujuk pada rasa sakit yang menusuk-nusuk) dan mengatasi rasa sakit dapat dianggap sebagai cara untuk menguatkan iman dan mendekatkan diri kepada Tuhan.

  3. Metabolisme obat (cepat/lambat) karena polimorfisme genetik individu maupun kelompok populasi. Seperti contohnya variasi genetik di antara kelompok etnis karena keragaman etnis di Indonesia mungkin mempengaruhi metabolisme obat, tradisi pengobatan tertentu mungkin mempengaruhi metabolisme obat di dalam tubuh dan faktor lingkungan, serta gaya hidup yang memungkinkan adanya mutasi gen dalam individu/ kelompok.

  4. Respon emosional terhadap diagnosis dan perjalanan penyakit. Seperti contohnya budaya Indonesia sering mendorong sikap tabah dan kuat, serta mengandalkan keyakinan agama dan spiritualitas di tengah-tengah penderitaan penyakit dan budaya gotong royong di Indonesia sering menempatkan pentingnya dukungan keluarga dan solidaritas komunitas dalam mengatasi penyakit.

  5. Gaya pengambilan keputusan keluarga dan individu berbeda-beda sesuai dengan konsep otonominya, siapa yang diharapkan mengambil keputusan pengobatan. Seperti contohnya pengambilan keputusan dilakukan oleh pasien sendiri atau secara kolektif oleh keluarga, kepala desa/suku dan praktik spiritual tertentu.

  6. Konsep ketergantungan dan dukungan sosial berbeda-beda dalam hal siapa, apa, dan kapan. Seperti contohnya keluarga dalam memenuhi kebutuhan fisik dan emosional, peran gender perempuan) bertanggung jawab atas perawatan anggota keluarga, tetangga dalam hal membantu dalam situasi darurat dan memberikan dukungan moral dan praktis dalam kehidupan sehari-hari dan media sosial dalam mencari dukungan, berbagi pengalaman, atau mencari solusi penyakit.

  7. Etika pola komunikasi yang berbeda-beda. Seperti contohnya menghormati orang yang lebih tua, komunikasi non verbal dianggap penting (kontak mata saat berbicara, senyum, bahasa tubuh yang sopan) dan budaya Indonesia cenderung menghindari konflik dan kritik terbuka (dianggap tidak sopan), lebih sering disampaikan dengan cara yang lebih halus atau tidak langsung.

  8. Sikap terhadap pengungkapan kebenaran, terutama terkait dengan definisi kebenaran, makna penyakit, dan jenis serta jumlah informasi yang diberikan. Seperti contohnya beberapa orang melihat penyakit sebagai konsekuensi dari ketidakseimbangan spiritual/hukuman atas dosa, atau sebagai ujian atau cobaan dan pasien dan/atau keluarga lebih cenderung untuk mencari informasi yang lebih detail pada penyakit serius.

Dari 8 kategori ini berbeda-beda pandangannya berdasarkan usia, jenis kelamin, dan peran sosial dalam setiap keluarga dan komunitas (Kagawa-Singer, Marjorie, 2011).

Terdapat variasi karakteristik dan budaya masyarakat di Indonesia (Adabanya, U., et al., 2023), namun gotong royong merupakan salah satu unsur budaya yang dimiliki oleh semua suku di Indonesia (Derung T. N., 2010) . Gotong royong berarti bekerja bersama-sama, tolong-menolong atau bantu membantu. Gotong royong yang dilakukan atas dasar tanggung jawab mampu mendorong seseorang untuk berpartisipasi. Tanggung jawab tersebut timbul dari kesadaran pribadi bahwa dirinya merupakan bagian dari masyarakat yang berkewajiban untuk berpartisipasi dalam memberikan perubahan yang lebih baik bagi lingkungan sekitar (Dewanti P. A., Alhudawi U., Hodriani, 2023), dalam hal ini adalah kesehatan masyarakat.

Mari kita bersama-sama mewujudkan peningkatan derajat kesehatan dengan mengikuti Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS). GERMAS adalah sebuah gerakan yang bertujuan untuk memasyarakatkan budaya hidup sehat serta meninggalkan kebiasaan dan perilaku masyarakat yang kurang sehat.


Terdapat 7 langkah GERMAS yang dapat menjadi panduan menjalani pola hidup yang lebih sehat, yaitu:

  1. Melakukan aktivitas fisik.
  2. Makan buah dan sayur.
  3. Tidak merokok.
  4. Tidak mengkonsumsi minuman beralkohol.
  5. Melakukan cek kesehatan berkala.
  6. Menjaga kebersihan lingkungan.
  7. Menggunakan jamban (Kemenkes RI, 2017).




Referensi:

Adabanya, U., et al. (2023). Changing a Community: A Holistic View of the Fundamental Human Needs and Their Public Health Impacts. Cureus, 15(8), e44023. https://doi.org/10.7759/cureus.44023

Bakić-Mirić, N. M., et al. (2017). Communicating with Patients from Different Cultures: Intercultural Medical Interview. Srpski arhiv za celokupno lekarstvo 146(00): 149-149.

Hernandez, M. dan Gibb, J. K. (2020). Culture, Behavior and Health. Evol Med Public Health. 2020; 2020(1): 12–13.

Derung, T. N. (2010). Gotong Royong dan Indonesia. Journal of Conservation.

Dewanti P. A., Alhudawi U., Hodriani. (2023). Gotong Royong dalam Memperkuat Partisipasi Warga Negara (Civic Participation). Pancasila and Civic Education Journal. Vol. 2, No. 1.p.15-22.

Kagawa-Singer, Marjorie. (2011). Impact of Culture on Health Outcomes. Journal of Pediatric Hematology/Oncology 33: p S90-S95.

Kementerian Kesehatan RI. (2017). GERMAS - Gerakan Masyarakat Hidup Sehat. Available from: https://ayosehat.kemkes.go.id/germas . Accessed May 14, 2024.

Pratama N. P. dkk. (2022). Difusi Kebudayaan pada Kesenian Tulo-Tulo di Kota Sabang. Jurnal Seni Rupa Volume 11 No. 02.

Pratiwi, P. H. (2024). Available from: https://staffnew.uny.ac.id/upload/132326892/pengabdian/asimilasi-akulturasi.pdf . Accessed Mar 16, 2024.

Share :